Sumber : http://bocah-alus.blogspot.com/2013/08/membuat-menu-tab-view-untuk-widget-blog.html#ixzz35pVWYs6r

welcome to my blog

Selasa, 01 Juli 2014

PENDEKATAN PEMBELAJARAN MELALUI METODE INKUIRI

BAB II
PEMBAHASAN
METODE INKUIRI
2.1  Pengertian Metode Inkuiri
Kata inkuiri juga sering dinamakan heuriskin yang berasala dari bahasa yunani, yang memiliki arti saya menemukan. Metode inkuiri berkaitan dengan aktifitas pencarian pengetahuan dan pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu sehingga siswa akan menjadi pemikir kreati yang mampu memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Sabnjaya (2006 : 196) bahwa “metode inkuiri adalah sesuatu metode pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan”.
Sementara itu menurut Sagala (2004 : 34) yang mendefinisikan metode inkuiri sebagai berikut : “ metobe inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa yang berperan sebagai subyek belajar, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kretifitas dalam memecahkan masalah “.
Sedangkan peaget (Mulyasa, 2008 : 108) mendefinisikan metode inkuiri sebagai berikut : “ metode inkuiri adalah metode yang mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan exsperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik yang lain.
Sedangkan menurut Aziz (2007 : 92) memiliki definisi lain mengenai pengertian metode inkuiri sebagaimana yang tertulis sebagai berikut : metode inkuiri adalah metode yang menetapka dan menuntut guru untuk membantu siswa untuk menentukan sendiri data, fakta, dan informasi tersebut dari berbagai sumber agar dengan kegiatan itu dapat memberikan pengalaman kepada siswa. Pengalaman ini berguna dalam menghadapi dan memmecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran melalui percobaan maupun exsperimen sehingga melatih siswa berkreatifitas dan dan berfikir kritis untuk menemukan sendiri suatu pengetahuan yang pada hakikatnya mampu menggunakan pengetanuannua tersebut dalam masalah yang dihadapinya.
Dalam penerapannya dalam bidang pendidikan, ada beberapa jenis metode inkuiri. Sabagaimana yang dikemukakan oleh Sund and Trowbridge (Mulyasa, 2006 : 109) bahwa :
Jenis-jenis metode inkuiri adalah sebagai berikut :
1.    Inkuiri terpimpin (Guide inquiry). Inkuiri terpimpin digunakan terutama bagi siswa yang belum mempunyai pengalaman belajar dengan metode inkuiri. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Dalam pelakasanaannya, sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru dan para siswa tidak merumuskan permasalahan.
2.    Inkuiri bebas (free inquiry). Pada inkuiri bebas siswa melakukan penelitian sendiri bagaimana seorang ilmuan. Pada pengajaran ini, siswa harus dapat mengidentifikasikan dan nerunuskan berbagai topik permasalahan yanh hendak diselidiki. Metodenya adalah inquiry role appoach yang melibatkan siswa dalam kelompok tertentu., setiap anggota kelompok tuga, memiliki tugas sebagai, misalnya koordintor kelompok, pembimbing teknis, pencatat data, dan pengevaluasi proses.
3.    Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified ee inquiry). Pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan atua problem dan kemudian siswa diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi dan prosedur penelitian.
2.2  Karakteristik Inkuiri
Menurut sanjaya (2006 : 197) ada beberapa hal yang menjadi karakteristik utama dalam metode pembelajaran inkuiri, yaitu :
a.    Metode inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mancari dan menemukan. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pembelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi dari pembelajaran itu sendiri. Seluruh aktifittas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri ( self belief). Dengan demikian, metode pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar melainkan sebagai fasilisator dan motivator belajar siswa.
b.    Tujuan dari penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam metode inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pembelajaran, akan tetapi bagaiman mereka dapat menggunakan kemampuan yang dimilikinya secara optimal.
2.3  Komponen-Komponen Metode Inkuiri
Metode pembelajaran inkuiri memiliki beberapa komponen. Sebagaimana yang dikemukakan Garbon (2005 : 23) bahwa : Pembelajaran dengan metode inkuiri memiliki 5 komponen yang umum yaitu :
1)   Question : pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembukaan yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena.
2)   Student Engangement : dalam metode inkuiri, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan dalam menciptakan sebuah produk dalam mempelajari suatu konsep.
3)   Cooperative interaction : siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok dan mendiskusikan berbagai gagasanm
4)   Performance Evaluation : dalam menjawab parmasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat suatu produksi yang dapat menggambarkan pengetahuannya yang sedang dipecahkan. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.
5)   Variety of resources : siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar. Misalnya buku teks, website, vidio, televisi, poster, wawancara dengan ahli dan lain sebagainya.
2.4  Prinsip-Prinsip Metode Inkuiri
Dalam pelaksanaan metode inkuiri dalam pembelajaran di kelas, ada beberpa prinsip-prinsip yang perlu menjadi fokus perhatian bagi seorang guru. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri diharapkan dapat terlaksana dengan maksimal sesuai dengan apa yaang telah direncanakan. Menurut Sanjaya (2006 : 199) ada beberpa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru dalam penggunaan metode inkuiri, yaitu :
1)   Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari metode inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, metode ini selain beroriantasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Klarena itu kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuirir bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktifitas mencari dan menemukan sesuatu.
2)   Prinsip interaksi. Pembelajaran adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru sebagai pengatur lingkungan yang mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
3)   Prinsip bertanya. Kemampuan guru dalam bertanya pada pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri sangat diperlukan. Sebab dengan memberikan pertanyaan kepada siswa akan melatih kemampuan berpikirnya. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan, baik bertanya untuk melacak maupun bertanya untuk menguji kemampuan.
d) Prinsip belajar untuk berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek.
4)   Prinsip keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Dalam metode inkuiri, tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesisnya dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Berdasarkan pendapat diatas, maka seorang guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip tersebut sehingga pembelajaran yang telah dirancang untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas dapat berjalan secara optimal.
2.5  Langkah-Langkah Metode Inkuiri
Menurt sanjaya (2006 : 201) mengemukakan secara umum bahwa proses pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif sehingga dapat merangsang dan mengajak untuk berpikir memecahkan masalah. Keberhasilan metode inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
2.      Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir dalam mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam metode inkuiri, siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Mengutip dari pendapat Sanjaya (2006 : 202) yang mengemukakan bahwa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya :
a.    Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Dengan demikian, guru hendaknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaiman rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.
b.    Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung jawaban yang pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan maslah yang menurut guru jawabannya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
c.    Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji melalui proses inkuiri, terlebih dahulu guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah neniliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.


3.      Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang di kaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu di uji kebenarannya. Dalam langkah ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan permasalahan yang telah diberikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan hipotesis adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat mengajukan jawaban sementara. Selain itu, kemampuan berpikir yang ada pada diri siswa akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap siswa yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
4.      Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Kegiatan mengumpulkan data meliputi percodaan atau eksperimen. Dalam metode inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahap ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5.      Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan siswa. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.

6.      Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan hal yang utama dalam pembelajaran, karena banyaknya data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak bi pecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapaikan kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
2.6  Kelebihan Dan Kekurangan Dari Metode Inkuiri
Metode inkuiri merupakan salah satu metode yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, sebab metode inkuiri sebagai metode pembelajaran memiliki beberapa keunggulan. Sebaimana yang dikemukakan oleh sanjaya (2006 : 2008) bahwa metode inkuiri memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
Ø Kelebihan
a.    Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, secara seimbang sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
b.    Metode inkuiri memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar meraka.
c.    Metode inkuiri merupakan metode yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perudahan tingkah laku berkat adanya perubahan.
d.   Keuntungan lain adalah metode pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak akan terlambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Ø Kekurangan
a.    Jika metode inkuiri digunakan sebagai metode pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b.    Metode ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c.    Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d.   Selama kriteria keberhasilan ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka metode inkuiri akan sulit diimplemintasikan oleh setiap guru.
Sedangkan menurut Trisno 2008 (www.eleaming –jogja,19-5-2009) ada beberapa kelebihan dan pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri.
Ø  Kelebihan
a.    Pengajaran berpusat pada diri pembelajar.
b.    Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab dan komunikasi sosial secara terpadu.
c.    Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri).
d.   Dapat memberi waktu kepada pembelajar untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
e.    Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat membosankan.
Ø  Kelemahan
a.    Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar
b.    Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil
c.    Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar mandiri.
d.   Dampaknya dapat mengecewakan guru dan siswa sendiri.
e.    Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi kesan terlalu idealis.
f.     Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuaannya kurang berhasil hanya merupakan suatu pemborosan belaka.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka guru hendaknya memperhatikan beberapa procedural dan memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai metode inkuiri sehingga segala kekurangan yang terdapat dalam metode ini dapat teratasi.

ANAK BERKELAINAN FISIK, MENTAL EMOSIONAL, DAN AKADEMIK

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan teristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen di sini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penginstrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru kelas. Guru yang mumpuni adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan mengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan latihan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan pembelajaran ini kita kenal dengan nama lain sebagai individualized educa-jarogram (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan perilaku yang muncul,agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntu memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran individual.

Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapkan oleh para guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Model bimbingan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus seyoganya difokuskan dahulu terhadap perilaku nonadaptif atau perilaku menyimpang sebelum mereka melakukan kegiatan program pembelajaran individual. Bimbingan semacam ini dapat diterapkan melalui upaya-upaya pengondisian lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal dalam upaya mengembangkan perilaku-perilaku efektif sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut

      1.      Bagaimanakah klasifikasi anak berkelainan fisik ?

      2.       Bagaimanaka klasifikasi  anak berkelainan mental emosional ?

      3.       Bagaimanaka klasifikasi anak berkelainan akademik ?

1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut

1.           Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan fisik
2.             Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan mental emosional
3.           Untuk mengetahui karakteristik anak berkelainan akademik? 
BAB II
PEMBAHASAN

Kali ini saya akan membahas sedikit tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Anak Berkebutuhan Khusus tersebut memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran khusus.
2.1. Anak Berkelainan Fisik
A.  Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
       1.    Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan katergori berat, atau The blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat membedakan gelap dan terang. Sedangkan tunanetra yang memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.

2.      Berdasarkan adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
a.       Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b.      Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakantugas-tugas visual.
c.       Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability) Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.

B.  Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
1.    Klasifikasisi umum
a)        The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
b)        Hard of Hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.

2.    Klasifikasi Khusus
a)        Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB Yaitu sesorang yang mengalami ketunarunguan taaf ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seseorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk di bagian depan, yang dekat dengan guru.
b)        Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jara 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapt mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
c)        Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB. Sesorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan bicaranya.
d)       Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.

C.  Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan gerak dan kelumpuhan, yang sering disebut sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai berikut:
Menurut tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Cerebral palsy (CP) :
     1.    Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri.     
     2.    Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri.
     3.    Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri.

Berdasarkan letaknya
1.    Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
2.    Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
3.    Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
4.    Campuran, yang mengalami kelainan ganda

Polio
1.    Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
2.    Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan.
3.    Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
4.    Encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.

2. 2   Anak Berkelainan Mental Emosional
A.  Klasifikasi anak tunagrahita,untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sesuai dengan bidang bahasan pada materi ini akan dibahas klasifikasi akademik tunagrahita sebagai berikut:
Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokkan tunagrahita berdasarkan berbagai tinjauan diantaranya:
1.      Berdasarkan kapasitas intelektual (sekor IQ)
v  Tunagrahita ringan IQ 50 – 70
v  Tunagrahita sedang IQ 35 – 50
v  Tunagrahita berat IQ 20 – 35
v  Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 20
2.      Berdasarkan kemampuan akademik
v  Tunagrahita mampudidik
v  Tunagrahita mampulatih
v  Tunagrahita perlurawat

3.      Berdasarkan tipe klini pada fisik
v  Down’s Syndrone (Mongolism)
v  Macro Cephalic (Hidro Cephalic)
v  Micro Cephalic
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru dalam menyusun program layanan/pendidikan dan melaksanakannya secara tepat. Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual deferences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1.    Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya:

a)    Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terlihat raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang tampak pendek.
b)   Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c)    Hydrocephalus
Gejala yang nampak adalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d)   Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
v  Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
v  Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
v  Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar
v  Schaphocephalus: memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara.
e)    Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak. Gangguan koordinasi gerak menjadi kajian bidang penanganan tunadaksa, sedangkan gangguan kecerdasan menjadi kajian bidang penanganan tunagrahita.
f)    Rusak otak (Brain Damage)
Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, gangguan motorik.

2.    Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan. Kalangan American Education (Moh. Amin, 1995:21) mengelompokkan menjadi Educable mentally retarded, Trainable mentally retarded dan Totally / costudial dependent yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : mampu didik, mampu latih, dan perlu rawat. Pengelompokan tersebut sebagai berikut:
a)        Mampu didik, anak ini setingkat mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
b)        Mampu latih, setingkat dengan Morderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
c)        Perlu rawat, mereka termasuk Totally dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25
3.    Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
a)    Tunagrahita ringan; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
b)   Tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf); mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat; dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
c)    Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Ada yang masih mampu dilatih mengurus sendiri dan berkomunikasi secara sederhana dalam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan (IQ) kurang dari 30.
4.    Klasifikasi yang dikemukakan oleh Leo Kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat pandangan masyarakat sebagai berikut:
a)    Tunagrahita absolut, termasuk kelompok tunagrahita yang jelas nampak ketunagrahitannya baik berada di pedesaan maupun perkotaan, di masyarakat petani maupun masyarakat industri, di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan di tempat pekerjaan. Golongan ini penyandang tunagrahita kategori sedang.
b)   Tunagrahita relatif, termasuk kelompok tunagrahita yang dalam masyarakat tertentu dianggap tunagrahita, tetapi di tempat masyarakat lain tidak dipandang tunagrahita. Anak tunagrahita dianggap demikian ialah anak tunagrahita ringan karena masyarakat perkotaan yang maju dianggap tunagrahita dan di masyarakat pedesaan yang masih terbelakang dipandang bukan tunagrahita.
c)    Tunagrahita semu (pseudo mentally retarded) yaitu anak tunagrahita yang menunjukan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kapasitas kemampuan yang normal. Misalnya seorang anak dikirim ke sekolah khusus karena menurut hasil tes kecerdasannya rendah, tetapi setelah mendapat pengajaran remedial dan bimbingan khusus menjadikan kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya normal.
5.    Klasisikasi menurut kecerdasan (IQ), dikemukakan oleh Grosman (Hallahan & Kauffman, 1988:48) sebagai berikut:
TERM
IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation
Mederate Mental Retardation
Severe Mental Retardation
Profound Mental Retardation
55-70 to Aprox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
bellow 20 or 25

Klasifikasi tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk tabel sebagai berikut:
  
Klasifikasi tunagrahita dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk tabel sebagai berikut: Kemampuan dalam pendidikan
Sosiologis
Tingkat
kecacatan
Tingkat kecerdasan (IQ)
Mampu didik
Ringan,mild, marginally, dependent, moron.
Debil
55-70 to Aprox 70
Mampu latih
Sedang, moderate, semi dependent.
Imbesil
35-40 to 50-55
Perlu rawat
Berat, severe, totally dependent, profound.
Idiot
20-25 to 35-40 bellow 20 or 25

B.  Klasifikasi anak Tunalaras, adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata. Kelainan lebih banyak banyak terjadi pada perilaku sosialnya. Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan perilaku sosial ini adalah:
1.    Berdasarkan perilakunya
v Beresiko tinggi; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai oranglain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek, dan sebagainya.
v Beresiko rendah; autism, kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.
v Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-anagan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya
v Agresif; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.

2.    Berdasarkan Kepribadian
v Kekacauan perilaku
v Menarik diri (withdrawll)
v Ketidakmatangan (immaturity)
v Agresi sosial

2.3     Anak Berkelainan Akademik
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual ini Cony Semiawan (1997:24) mengemukakan, bahwa diperkirakan satu persen dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas, merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki talen akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya hanya dilihat dari tingkat inteligensinya, berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu meliputi :
1.    kategori rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intentelektual (IQ): 110-119
2.    kategori superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139, dan
3.    kategori sangat superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169
Ketiga klasifikasi tersebut, sebenarnya yang masuk kategori anak berbakat dalam kontek pendidikan anak berkebutuhan khusus di sini.
A.  Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar,
Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis.
Adapun klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik yang merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan lainnya. Untuk mengklasifikasikan anak berkesulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:

1.    Kesulitan Berlajar Perkembangan
Pengelompokkan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan, hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2.    Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/tidak terampil (dispraksia), dsb.

Untuk lebih jelasnya hubungan antara kesulian belajar perkembangan dengan kesulitan akademik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ada klasifikasi lain yang berdasarkan dari jenis gangguan atau kesulitan yang dialami anak yaitu:
v Dispraksia, merupakan gangguan pada keterampilan motorik, anak terlihat kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering menjatuhkan benda yang dipegang, sering memecahkan gelas kalau minum.
v Disgraphia, kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisanya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang sangat lambat aktibitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
v Diskalkulia, adalah kesulitan dalam menghitung dan matematika hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika.
v Disleksia, merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupun pemahaman.
v Disphasia, kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam berkomunikasi baik menggunakan tulis maupun lisan.
v Body awarness, anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Karakteristik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai : intervensi pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen di sini adalah kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, pengamatan yang sensitif.
Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntu memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran individual.

3.2 Saran
Saran ini ditujukan kepada para pembaca khususunya pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat di dunia pendidikan agar memberikan perhatian dan pelayanan secara khusus mengingat karakteristik dari anak berkemampuan khusus itu bermacam-macam dan memerlukan pelayanan yang optimal seperti layaknya anak normal. Pelayanan yang diberikan dapat berupa pengetahuan, bimbingan dan fasilitas-fasilitas sesuai dengan karakteristik masing-masing anak berkemampuan khusus.


DAFTAR PUSTAKA